Pemecatan Perangkat Desa di Ciamis Dinilai Cacat Hukum

19
Jun 2025
Kategori : Uncategorized
Penulis : Pengacara Ahmad Fauzan
Dilihat :17x

Tasikmalaya, 19 Juni 2025 — Sengketa pemberhentian seorang perangkat desa di Desa Sindanghayu, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, kini masih berproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Kuasa hukum penggugat menegaskan bahwa hingga hari ini, pihaknya masih menunggu putusan pengadilan terkait perkara tersebut.

Semua sudah kami serahkan kepada Majelis Hakim PTUN Bandung. Kami percaya pengadilan memiliki kewenangan dan independensi penuh untuk menilai apakah keputusan kepala desa yang memberhentikan klien kami sudah sesuai hukum atau tidak,” ujar Ahmad Fauzan, S.H., M.H., salah satu kuasa hukum penggugat dari Kantor Hukum FTRA & ASSOCIATES, Senin (18/6/2025).

Perkara ini bermula dari terbitnya Surat Keputusan Kepala Desa Sindanghayu yang memberhentikan penggugat dari jabatannya sebagai Kasi Pelayanan. Namun dalam proses persidangan, tim kuasa hukum menyampaikan bahwa pemberhentian tersebut dilakukan tanpa prosedur pembinaan, tanpa sanksi administratif terlebih dahulu, dan cacat hukum secara formil maupun materiil.

Menurut Fauzan, dalih pemberhentian yang digunakan tergugat antara lain somasi pada tahun 2021 dan tahun 2024. Namun, dalil tersebut terbantahkan di persidangan.

Somasi 2021 berkaitan dengan peristiwa pada tahun 2020, di mana tergugat saat itu belum menjabat sebagai kepala desa dan didalam persidangan ternyata yang dihadirkan sebagai saksi oleh Tergygat tidak merasa dirugikan;

Somasi 2024 terkait garapan sawah bengkok yang menurut bukti kwitansi serta keterangan saksi tergugat sendiri sebagai perangkat desa, dilakukan atas dasar kesepakatan antar perangkat desa dan menerima hak nya sebagaimana bukti kwitansi.

Selain itu, penggugat tetap aktif bekerja hingga Desember 2024 dan masih menerima Siltap (penghasilan tetap), bahkan tercatat dalam absensi desa, meskipun SK pemberhentian diterbitkan jauh sebelumnya, yakni tanggal 10 Juli 2024, dan baru diserahkan tanggal 6 Desember 2024.

Anehnya lagi, dalam petikan SK tertulis “pengangkatan”, bukan “pemberhentian” itupun sudah kami jadikan bukti dipersidangan”.”

Yang lebih fatal lagi, klien kami diberhentikan secara tidak hormat tanpa pernah diberhentikan sementara. Ini jelas melanggar Pasal 24 Perbup Ciamis Nomor 74 Tahun 2023 yang mewajibkan adanya tahapan pembinaan dan sanksi administratif,”

tambahnya.Fauzan juga menyebut, keputusan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang disahkan 25 April 2024. Undang-undang ini menegaskan bahwa perangkat desa memiliki perlindungan hukum dan hanya dapat diberhentikan sesuai mekanisme yang sah.

Bahkan Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Nomor 100.3.5.5/3318/BPD juga sudah menegaskan bahwa kepala desa tidak boleh memberhentikan perangkat desa secara sewenang-wenang,” dan harus melalui persetujuan bupati/walikota tegasnya.

Dalam kasus ini, Bupati Ciamis sendiri tidak dapat menindaklanjuti permintaan tergugat selaku kepala desa untuk menerbitkan surat persetujuan pemberhentian perangkat desa klien kami berdasarkan Nomor 141.3/Kpts.04/Ds./2024 , dengan alasan kepala desa sudah terlebih dahulu menerbitkan SK sebelum mengajukan permohonan persetujuan.

“Kami anggap ini bukti kuat bahwa keputusan tergugat cacat prosedur. Kepala desa tidak boleh bertindak sepihak. Ada hukum, ada aturan. Ini negara hukum,” pungkasnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan komentar